CERPEN CERITA PERPISAHAN

Mentari pagi tersenyum padaku, hari ini sungguh cerah sekali. Tak ada awan mendung yang menutupi langkah-langkahku pagi ini, yang ada hanyalah matahari pagi yang bersinar sepanjang hari. Kenalin aku Fania Salsabila, teman-temanku biasanya manggil aku Fani. Hari ini memang hari libur tapi tidak denganku, kuawali kegiatan hari Minggu ini dengan mengikuti les dance. Kutengok jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 8.15.. Tak terasa aku sudah lama berjalan selama 10 menit. Memang jarak dari rumah ke tempat les tidak begitu jauh, maka aku memilih untuk berjalan kaki saja. Sesampainya di tempat les, salah satu temanku menghampiriku, Andina namanya.
“Tumben kamu nggak diantar sama kakakmu itu? Padahal kan aku pengen ketemu wajahnya yang unyu itu hahaha..” canda Dina sambil tertawa dan mengajakku masuk ke White Room. White Room adalah tempat kami latihan disini. Ada beberapa tempat yang telah disediakan tapi kami biasanya latihan di White Room.
“Ah kamu bisa aja, kakakku lagi ada keperluan sama teman-temannya. Biasa lah anak teater.” Jawabku sambil tersenyum pada Dina. Sebelum jam lesnya dimulai, kami pun berbincang-bincang dengan teman-teman lainnya, hal apa aja yang bisa aku ceritakan, lebih enak menceritakannya pada teman-temanku. Belum selesai pembicaraan kami, datanglah seorang pelatih baru. Sontak semua anak di White Room kaget akan kehadiran pelatih baru itu.
“Saya pelatih baru disini. Panggil saja kak Bagas. Mari kita latihan.” Kata pelatih baru itu sambil tersenyum. Senyumannya itu sungguh membuat beberapa anak di kelas itu sempat terpana, tak terkecuali denganku. Tak sadar, aku telah lamaa melihatnya, memandangnya sambil senyum-senyum sendiri tapi lama kelamaan aku seperti telah bertemu sebelumnya, entah itu dimana aku pun tidak ingat. Wajahnya yang oval serta matanya yang sedikit sipit membuatku semakin penasaran padanya. Siapakah dia? Wajahnya yang tak asing itu...Apakah aku pernah bertemu sebelumnya? Sempat memikirkan hal itu sejenak dapat membuatku gila & nggak konsen buat latihan sampai-sampai aku terjatuh & kakiku terkilir. Dengan sigap, kak Bagas langsung menolongku & mencoba untuk menyembuhkan kakiku yang terkilir.
“Auhh, sakit kak.” Rintihku saat kak Bagas mulai mengurut kakiku, meskipun itu rasanya sakit..mungkin rasa sakit itu berkurang karena yang mengobatinya adalah cowok yang bikin aku penasaran padanya. “Kaki kamu terkilir, sebaiknya kamu berhenti latihan dulu.” Katanya sambil memeriksa kakiku. “Tapi kak..aku masih pengen latihan.” Sontak aku memohon padanya, bak bagaikan anak kecil yang merengek minta permen pada ibunya tapi tetap saja, kak Bagas tetap melarangku.
“Jangan memaksakan dirimu untuk ikut latihan, kaki kamu terkilir. Bisa fatal nantinya kalau kamu paksa buat latihan. Kamu istirahat saja disini.” Kata-katanya itu seraya membiusku, suaranya yang lembut & rasa care-nya padaku sempat membuatku ge-er. Pikiranku mulai melayang-layang memikirkan hal itu, apakah mungkin ia? Ah tidak mungkin. Sontak aku menepis rasa angan-anganku itu padanya. Tidak mungkin juga cowok yang baru aja aku kenal langsung suka sama aku.

Keesokan harinya di sekolah...
Keadaan kakiku masih sama sepeti kemarin, masih sakit. Jadi untuk jalan pun aku masih sedikit pincang. Siang ini setelah istirahat ke 2, B.Fela menyuruhku untuk mengantarkan hasil ulangan anak kelas 9C. Aku pun langsung membawanya dengan berjalan sedikit pincang. Sesampainya disana, kuketuk pintu kelas 9C yang tertutup itu. Karena tidak ada balasan dari dalam, akhirnya aku memberanikan diri masuk ke kelas itu. Tetapi tidak ada satu pun siswa di dalam kelas itu. Kenapa kelasnya kosong? Pikirku seketika itu, lantas aku pun segera meninggalkan kelas itu. Saat aku hendak membuka pintu kelas, tiba-tiba pintunya terbuka sendiri & bergerak mengarahku. Dan seketika itu pun aku, “Auuhhh, kepalaku.” Iya aku pun terjatuh seketika & kertas-kertas ulangannya jatuh berserakan.

Saat mendengar suaraku dari dalam, seorang cowok yang membuka pintunya terlalu keras. Ia pun segera menghampiriku & meminta maaf padaku. Saat aku melihat dia, rasanya denyut nadiku mulai kencang. Darahku mengalir deras seperti air terjun yang berada di pegunungan. Cowok itu...sepertinya aku mengenalnya. Dia itu.... “Kamu nggak papa? Aku minta maaf ya aku tadi buka pintunya terlalu keras.” Ucapnya sambil ia membantuku merapikan ulangan itu. Saat ia memberikan beberapa ulangan itu padaku, ia menatapku..lamaa sekali. Sepertinya ia mengenalku. Tapi dimana? Sontak aku membuyarkan lamunanku, aku biarkan mataku memandanginya cukup lama. Iya aku baru sadar kalau cowok itu adalah pelatih baruku di tempat les.
“Kamu...kak Bagas kan? Kok kakak bisa ada disini sih?” tanyaku padanya dengan menyipitkan mataku karena aku sangat penasaran padanya. “Iya, loh kamu anak yang jatuh kemarin ya waktu latihan. Ya iyalah aku disini, aku sekolah disini & ini kelasku.” jawabnya sambil sedikit tertawa karena mengingat kejadian kemarin pas aku jatuh. Aduh, betapa malunya aku. Dia..cowok yang membuat aku penasaran itu ternyata kakak kelasku selama ini. Ampun deh, malunya aku. Kenapa aku bisa nggak tau ya kalau dia itu kakak kelasku. “Hei, kok malah ngelamun?” sambil menggoyang badanku yang membuat aku membuyarkan lamunanku itu. Huhh, kenapa sih aku malah ngelamun disaat-saat seperti ini?
“Maaf ya. Aku tadi nggak tau kalau kamu ada didalam. Semua temen-temenku di lab bahasa jadi kelasnya kosong. Ada perlu apa kesini?” tanyanya sambil tersenyum & kami berdua pun berjalan keluar kelas. Aku langsung memberikan kertas ulangan itu padanya, “Itu titipan dari B. Fela. Aku pergi dulu ya kak.” Entah apa yang membuat aku mengatakan itu padanya. Apa mungkin aku merasa gugup saat dekat dengannya? Ah tidak mungkin. Seketika itu aku pergi meninggalkannya. Saat itu juga ia... “Berhenti!” Hah? Apa aku tidak salah dengar? Ia memanggilku. Aku pun langsung menoleh padanya. “Aku minta maaf ya soal tadi, maaf aku nggak sengaja. Ohya, siapa namamu? Kita kan belum saling kenal.” sambil berjalan mendekatiku & mengulurkan tangannya. Aku pun sempat tidak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini, ”Ehmm, a..aku..aku Fania kak. Anak kelas 8D. Iya..udah aku maafin kok kak. Udah ya kak, aku pergi dulu.” “Tunggu! Aku antar kamu ya? Yaa itung-itung sebagai permintaan maafku ini.”
Kami berdua pun berjalan bersamaan menuju kelasku. Oh My God, hari ini adalah hari yang berharga buatku. Aku yakin, dengan perkenalan ini...aku bisa lebih dekat dengannya. Aku yakin itu. Berulang kali aku tersenyum saat melihatnya, wajahnya itu..sungguh sulit untuk dilupakan dari pikiranku. Apa aku mulai menyukainya?

Sejak hari itu, sejak aku mulai mengenalnya sedikit demi sedikit. Kejadian itu yang membuat aku sama kak Bagas makin akrab. Tiap hari aku sering mengiriminya pesan sekedar untuk berbagi cerita, begitu juga sebaliknya. Rasanya senang sekali. Ia mewarnai hari-hariku dengan candaannya, sikapnya yang ramah pada semua orang terutama padaku. Sungguh, aku sangat tenang saat berada disampingnya. Apakah mungkin aku mulai menyukainya? Hari demi hari berlalu, waktu yang membuat kita semakin dekat. Namun, kedekatanku selama ini padanya bukan tanpa suatu alasan. Tidak ada hubungan yang terikat diantara kita. Aku bukan pacarnya & ia bukan pacarku. Rasanya hubungan ini merasa gantung. Entah siapa yang menggantungnya. Aku pun tak pernah berpikir buruk padanya. Mungkin selama ini ia tahu kalau aku menyimpan rasa untuknya tapi...kenapa ia tak tanyakan hal itu padaku? Apa mungkin ia tak menganggapku sebagai orang spesial di hatinya? Rasa penasaranku itu masih terus terbayang di hatiku.

Rasanya ada awan mendung yang menyelimuti hati ini. Dan berharap ada sedikit sinar matahari yang bisa mengusir awan mendung itu dari suasana hatiku. Suasana kelabu yang sedang aku alami saat ini. Aku menunggumu, kak. Menunggu kepastian yang akan kau berikan padaku. Dan...mungkin aku nggak bisa ketemu kamu lagi karena kamu udah mau lulus.
-----

Pagi ini kak Bagas mengajakku ke sebuah labirin taman. Iya sekalian sambil jogging pagi ini. Memang taman ini dibangun dengan konsep labirin mini & taman bunganya jadi menambah keindahan taman tersebut. Tak terasa waktu berjalan sekitar ½ jam. Aku pun mengajaknya beristirahat di tempat duduk di taman itu.
“Aku seneng banget deh kak hari ini, bisa jogging bareng sama kakak. Iyaa mungkin ini yang terakhir kalinya aku bisa sama kakak.” kataku sambil menatap kak Bagas. Kak Bagas sontak bertanya-tanya apa maksud dari omonganku itu. “Apa maksud kamu, Fania?” mendengar itu...aku pun langsung tersenyum, “Kamu bentar lagi lulus kan kak? Mungkin ini yang terakhir kalinya aku bisa sama kakak. Selebihnya aku nggak tau.”
“Fania, jangan sedih gitu dong. Selama ini...aku sebenernya sayang sama kamu. Jangan khawatir, kita masih bisa berhubungan kok.” mendengar perkataan darinya itu sontak membuat jantungku berdebar kencang, tak terkendali. Apa? Apa aku tak salah dengar? Apa yang ia katakan barusan? Sayang sama aku? Apa benar kalau ia selama ini menyayangiku? Saat itu juga pikiranku sempat melayang kemana-mana memikirkan hal itu. “Aku menyayangimu, Fania. Kamu udah aku nggap sebagai adikku sendiri. Jangan sedih ya.” jawabnya sambil tersenyum padaku. Sebagai adik? Adik katanya? Huhh, aku pikir ia akan menembakku hari ini. Aku pikir selama ini ia menganggapku sebagai orang yang spesial di hatinya. Tapi...ternyata ia cuma menganggapku sebagai adiknya. Perasaanku yang selama ini tumbuh selama berjalannya waktu, rasanya hari ini aku tidak bisa terima oleh takdir. Perasaanku yang tulus ini tidaklah dibalas olehnya. Aku pun segera menepis pikiran negatifku tentang perkataannya. Menjadi seorang adiknya...tidaklah buruk bukan?
“Tapi aku takut kak. Aku takut kehilangan kakak. Aku..aku juga menganggap kamu sebagai kakakku sendiri. Aku takut kalau kedepannya, kakak akan berubah sama aku. Kalau kakak udah SMA, pasti sibuk. Terus bakalan lupain aku.” jawabku. “Iya nggak lupa dek. Aku nggak mungkin lupa sama kamu, Fania. Pokoknya kakak janji, kakak akan berusaha membagi waktu luangku.” jawabnya sambil menenangkanku. Tapi meskipun begitu, masih ada rasa khawatir kak di dalam hatiku. “Fania? Kok diam sih? Udah dong jangan sedih lagi ya. Aku nggak suka kalau ngeliat kamu bersedih kayak gitu. Ayo senyum dong.” hiburnya padaku. Aku pun berusaha senyum dihadapannya, memberikan senyuman termanis untuknya & mungkin itu adalah senyuman terakhirku dihadapannya...tidaklah buruk bukan? Tapi sebenarnya, hati ini tidaklah bisa tersenyum manis, kak. Masih ada sedikit rasa khawatir.

Beberapa bulan kemudian...
Waktu terus berjalan hingga membawa aku ke masa depan. Sampai saat ini, aku masih ingat kenangan-kenangan indah bersamanya. Kak Bagas. Iya, cowok yang dulunya sempat membuatku penasaran itu. Komunikasi kita masih berjalan cukup baik. Tapi itu dulu. Semenjak 2 bulan lalu...ia tak pernah menelfonku sama sekali. Bahkan saat aku mengirim sms untuknya, tak kunjung ada balasan. Apa yang sedang terjadi padanya? Apa ia sakit? Apa ia sedang sibuk? Aku pun tetap berusaha untuk bisa berkomunikasi dengannya. Udah aku chat, mention di twitternya tapi tetap saja. Itu semua tak ada hasilnya. Hmm, hal ini yang membuat aku sedikit resah. Apa yang terjadi padamu, kakakku? Apa..kau sudah melupakanku? Apa..kau tak ingat pertemuan terakhir kita dulu, kak? Apa..kau juga tak ingat dengan aku? Kau dulu anggap aku sebagai adikmu, kak. Adik kesayanganmu, bukan? Tapi apa yang kau lakukan padaku saat ini? Rasa khawatirku dulu akhirnya kejadian. Rasa khawatir itu saat ini tumbuh menjadi rasa kecewa. Apa yang bisa aku lakukan saat ini, kakak? Apa..aku pernah berbuat kesalahan hingga kau tak pernah memberi tahu kabarmu. Aku hanya bisa menunggu, menunggu & menunggu. Menunggu akan kembalinya kau padaku. Kenapa sebuah pertemuan terkadang diakhiri dengan sebuah perpisahan? Kenapa? Apa...semua takdir manusia demikian? Mengalami pertemuan & perpisahan? Kak Bagas, andai kau dengar hatiku ini bertanya-tanya akan kabarmu padaku.

Kutuliskan semua isi hatiku ini pada selembar kertas warna pink. Semua orang menganggap bahwa semua kertas pink itu isinya adalah surat cinta tapi tidak denganku. Aku mengisinya dengan kekecewaanku pada salah satu orang yang aku sayangi selama ini. Iya...orang itu adalah kak Bagas. Sambil mendengarkan lagu “I will remember you” dari Sarah Mclachlan mungkin bisa mewakili isi hatiku ini padanya.

Memang aku tak pernah memilikimu. Hanya sebatas mengagumimu saja. Meskipun kau tahu, aku menyimpan rasa untukmu. Tapi kenapa? Kenapa kau tak pernah tanyakan itu padaku. Meskipun kau selalu bersikap begitu padaku. Berusaha baik didepanku, hanya untuk membuatku senang. Tapi.. ada satu hal yang selalu aku ingat darimu dulu. Sesuatu yang selalu aku ingat sampai sekarang adalah sesuatu yang pernah kau janjikan padaku. Ya..sebuah janji darimu. Janji untuk kembali padaku. Janji itu masih kuingat di lubuk hatiku, didalam raga ini. Meskipun engkau tak sadar akan hal ini.
KAKAK.. WILL YOU REMEMBER ME?
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar